Berjalan kedepan dan merangkul yang dibelakang

Blogger

Senin, 26 November 2012

STRUKTUR DASAR ILMU PENGETAHUAN DAN BERFIKIR FILOSOFIS


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan
Ciri pengetahuan ilmiah adalah persoalan dalam ilmu yang segera dipecahkan dengan maksud untuk memperoleh jawaban. Dalam hal ini ilmu muncul dari adanya problema dan harus dari suatu problema, tetapi problema telah diketahuinya sebagai suatu persoalan yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan sehari-harinya. Di samping itu, setiap ilmu dapat memecahkan masalah sehingga mencapai suatu kejelasan dan kebenaran, walaupun bukan kebenaran akhir yang abadi dan mutlak
            Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie (1987) mempunyai 5 ciri pokok:
a.       Empiris, pengetahuan di peroleh berdasarkan pengamatan dan percobaan
b.      Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan yang mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur
c.       Objektif, ilmu berarti pengetahuan bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi
d.      Analisis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
e.       Verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga.

Daoed Joesoef (1987) menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yaitu:
Ø  Produk : ilmu pengetahuan sebagai produk, yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas pada kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji, dan dibantah oleh seseorang.
Ø  Proses  : ilmu pengetahuan sebagai proses artinya, kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang dipakai dalam proses ini adalah analisis rasional, objektif, sejauh mungkin “impersonal” dari masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang dapat di amati.
Ø  Masyarakat : ilmu pengetahuan sebagai masyarakat artinya dunia pergaulan yang tindak-tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur.
Van melsen (1985) mengemukakan ada delapan ciri yang menandai ilmu, yaitu serbagai berikut.
a.       Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus susunan logis.
b.      Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab keilmuan.
c.       Universitas ilmu pengetahuan.
d.      Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif.
e.       Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
f.       Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah harus bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan baru dan menimbulkan  problem baru lagi.
g.      Kritis, artinya tidak ada teori yang definitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
h.      Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktik.
Mohammad hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam. Karl pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana. (Amsal Bakhtiar, 2004:15)
Demi objektivitas ilmu, ilmuan harus bekerja dengan cara ilmiah. Sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkanm apabila dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah:
a.       Ilmu harus mempunyai objek ini berarti bahwa kebenaran yang hendak di ungkapkan dan dicapai adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya.
b.      Ilmu harus mempunyai metode, ini berarti bahwa untuk mencapai kebenaran yang objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
c.       Ilmu harus sistematik, ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman, objeknya dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur.
d.      Ilmu bersifat universal, ini berarti bahwa kebenaran yang di ungkapkan oleh ilmu tiadak mengenai sesuatu yang bersifat khusus, melainkan kebenaran itu berlaku umum. (Hartono Kasmadi, dkk., 1990:8-9)
Disamping itu perlu disadari, bahwa ilmu bukanlah hal yang statis, melainkan bergerak dinamis sesuai dengan pengembangan yang diusahakan oleh manusia dalam mengungkap tabir alam semesta ini. Usaha pengembangan tersebut mempunyai arti bahwa kebenaran yang telah diungkap oleh ilmu tertentu adalah kebenaran yang masih terbuka untuk diuji.[1]  
Ciri – ciri ilmu pengetahuan menurut Creative Commons Atribution 3.0 license yaitu:
1.      Merupakan seperangkat pengetahuan yang sistematis
2.      Memiliki metode yang efektif
3.      Memiliki objek
4.      Memiliki rumusan kebenaran-kebenaran umum
5.      Bersifat objektif 
6.      Dapat memberikan perkiraan atau prediksi

2.2 Dasar-Dasar Pengetahuan
1.Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berfikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakanya yang bersumber pada pengetahuan itu dapat didapatkan lewat kegiuatan merasa dan berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berfikir itu menyadarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu berbeda-beda.
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu :
a)      Adanya suatu proses berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini penalaran merupakan suatu proses berpikir yang logis, dimana berpikir logis ini harus diartikan dengan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola atau logika tertentu.
b)      Adanya sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan yang menyadarkan diri kepada sesuatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisa tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Sifat analitik merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu, tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
2. Logika
“Logika didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara shahih”. Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, dalam penalaran ilmiah ada dua jenis penarikan kesimpulan :
1.      Logika Induktif
Logika ini erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kiasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
2.      Logika Deduktif
Logika ini menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus).


3. Sumber Pengetahuan
Rasionalisme dan empiris merupakan cara untuk mendapatkan pengalaman, tetapi disamping itu ada juga instuisi dan wahyu yang merupakan cara lain untuk mendapatkan pengetahuan. Instiusi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahannya tersebut tanpa harus berpikir berliku-liku untuk mencapai jawaban tersebut. Sedangkan wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan melkalui nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman.
4. Kriteria Kebenaran
Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar yakni aksioma. Dengan mempergunakan beberapa aksioma maka disusun teorema. Di atas teoremamaka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu system yang konsisten. Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Eusclid dalam menyusun ilmu ukurnya.
Paham lain adalah kebenaran berdasarkan teori korespondensi dimana eksponen utamanya adalah Betrand Russell (1872-1970). Bagi penganut ini maka suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorenspondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Kedua teori ini adalah teori koherensi dan teori korespondensi yang kedua-duanya digunakan dalam cara berpikir ilmiah. Penalaran teoristis yang berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi ini. Sedangkan prioses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu mempergunakan teori kebenaran yang lain yang disebut teori kebenaran pragmatis.
Teori pragmatis dicetuskan oleh Charles S.Peirce (1839-1914) dalam makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to make our ideas clear”. Bagi orang pragmatis maka kebenaran itu suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan prilaku. Artinya suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu berkonsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.[2]

2.3 Berfikir Filosofis
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Suatu ilmu tidak akan mungkin muncul tanpa adanya pemikiran dan pemikiran tersebut adalah filsafat. Disamping itu juga peran filsafat dalam keilmuan juga sangat kompleks, untuk menjadikan suatu keilmuan yang utuh dibutuhkan analisa dan pemikiran yang mendalam terkait objek yang dikaji sehingga menjadi keilmuan tersendiri dan putus dari filsafat, tapi sebelumnya juga harus memenuhis yarat-syarat keilmiahan dan syarat-syarat keilmiahan pun munculnya dari filsafat[3].
Ciri-ciri berfikir filsafat :
1.      Berfikir radikal
Berfilsafat berarti berfikir secara radikal, Filsuf adalah berfikir secara radikal .karena berfikir secara radikal, ia tidak akan pernah terpaku hanya pada fenomena entitas tertentu. Keradikalan berfikirnya itu akan senantiasa mengorbankan hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan.
            Berfikir radikal tidak berarti hendak mengubah,membuang atau menjungkirbalikkan segala sesuatu ,melainkan dalam arti yang sebenarnya yaitu berfikir secara mendalam untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan.

2.      Mencari asas
Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat senantiasa berupaya mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realiatas. Seorang filsuf akan slalu berupaya untuk menemukan asas yang paling hakiki dari relitas
Mencari asas pertama berarti juga berupanya menemukan sesuatu yang menjadi esensi realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas ,maka realitas itu dapat diketahui dengan pasti dan menjadi jelas .dan mencari asas adalah salah satu sifat dasar filsafat.

3.      Memburu kebenaran
Filsuf adalah pemburu kebenaran. kebenaran yang diburunya adalah kebenaran hakiki Tentang seluruh relitas dan setiap hal yang dapat dipersoalkan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa berfilsafat berari memburu kebenaran tentang segala sesuatu.
                        Kebenaran yang hendak digapai bukanlah kebenaran yang meragukan. Untuk memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh dapat dipertanggungjawabkan ,setiap kebenaran yang telah diraih harus senantiasa terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang lebih pasti ,bahwasannya kebenaran filsafat itu tidak pernah bersifat mutlak dan final.


4.      Mencari kejelasan
Salah satu penyebab lahirnya filsafat ialah keraguan. Untuk menghilangkan keraguan dibutuhkan kejelasan. Ada filsuf yang menyatakan bahwa berfilsafat berarti berupaya mendapatkan kejelasan dan penjelasan mengenai seluruh realitas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa berfikir secara filsafat itu berarti berusaha memperoleh kejelasan. Ini terlihat bahwa berfilsafat sesungguhnya merupakan suatu perjuangan untuk mendapatkan kejelasan pengertian dan kejelasan seluruh realitas. Perjuangan mencari kejelasan itu adalah salah satu sifat dasar filsafat.

5.      Berfikir rasional
Berfikir secara radikal , mencariasas , memburu kebenaran ,dan mencari kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berfikir secara rasional. Berfikir secara rasional berarti berfikir logis, sistematis dan kritis.  Berfikir logis adalah bukan sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan[4].


[1] Drs. H.A. Fuad Ihsan, filsafat ilmu,112
[2] pustaka sinar harapan , jujun s. suriasumantri, Jakarta 2007
[3] http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2259043-ciri-ciri-berfikir-filsafat
[4] Ali maksum,pengantar filsafat (Jogjakarta : ar-ruzz media,2008)

0 komentar:

Posting Komentar