Berjalan kedepan dan merangkul yang dibelakang

Blogger

Minggu, 18 November 2012

Ke-Islam-an



Kejayaan Islam di masa lalu bukanlah ilusi, sebab ia termaktub dalam turath dan khazanah-khazanahnya. Walaupun tidak semua umat Islam boleh menikmati khazanah itu ke hadapan mereka karena sebagian besar khazanah itu dahulu pernah diborong oleh penjajah dan sekarang memenuhi perpustakaan-perpustakaan raksasa di Barat yang sifatnya tidak semua orang boleh menyentuhnya.

Umat Islam sejak dua abad terakhir sudah mulai merangkak melihat kembali sejarahnya itu, memperhatikan keunikan-keunikannya, berupaya menyambungkan kembali identitas dirinya dengan sejarah panjangnya melalui kajian-kajian apa adanya. Penelitian-penelitian, seminar-seminar, workshop-workshop secara intensif tentang keislaman tidak bisa dibendung lagi untuk dilakukan, sebab ini adalah hasrat yang kuat dari hati mereka yang mendambakan kejayaan itu wujud lagi di masa depannya. Bagaimana membangkitkan kembali kejayaan Islam?

Pertanyaan ini telah dijawab pada Colloquium Keemasan Islam pada tgl 3 April lalu di Universitas Malaya, Malaysia. Seminar yang bertajuk "Menatap Keemasan Islam dalam Lintasan Sejarah dan Keilmuan dan Relevansinya di Masa Kini" ini adalah hasil kerja sama FUSI PPI UM dengan Institute for the study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) dan Forum Lingkar Pena (FLP) Malaysia.

Acara ini menghadirkan dua panelis sekaligus dari sudut pandang yang berbeda. Dari sudut pandang sejarah hadir seorang pakar sejarah Islam, Alwi Alatas. Sementara dari sudut pandang keilmuan adalah Dr Syamsuddin Arif, peneliti senior INSISTS, yang kerap dijuluki Ibn Sina muda.

Alwi, Ketua FLP Malaysia, menyatakan, bahwa di masa kegemilangan Islam, peradaban-peradaban lain tengah berada dalam kemundurannya. Ia menceritakan betapa jomplang-nya kemajuan di dunia Islam bila dibandingkan dengan kondisi di Barat saat itu.

Sebagai contoh, di masa-masa perang Salib, pernah dokter Kristen yang berasal dari Suriah dikirim ke Eropa untuk membantu mengobati penyakit yang kerap menimpa masyarakatnya. Namun, sang dokter ini hanya bertahan 10 hari di sana, sebab ia telah puas dengan segepok fakta bahwa memang di Barat pengobatan betul-betul terbelakang.

Alwi, yang juga penulis masalah sejarah ini juga menjabarkan bahwa dalam peradaban dunia, manusia cenderung tertipu dengan fisik. Fakta bahwa ketika peradaban sudah besar banyak yang memuja fisik. Mereka bangun patung-patung besar, menara-menara tinggi, patung-patung telanjang, altar-altar tinggi. Tidak hanya itu, mereka terpana dengan kenikmatan dan kelezatan yang dihidangkan peradaban fisik itu. Jangan heran apabila kehancuran peradaban sepanjang sejarah manusia selalu diakibatkan oleh keterlenaan mereka kepada kenikmatan dunia yang menipu mata itu.

"Mereka sering lupa, peradaban hanya perpanjangan tangan manusia dan masyarakat yang dibangunnya, sesuatu yang dibangun untuk memudahkan dan melayani kehidupan manusia," katanya.

Mengutip statemennya Malik Bennabi, Alwi menyatakan bahwa hubungan antara manusia dan peradaban bersifat “resiprokal”. Manusia adalah pembangun peradaban, tapi ia juga merupakan produk peradaban. Namun demikian, manusia tetaplah unsur terpenting dari suatu peradaban, bukan yang lainnya. Dan yang terpenting dari manusia itu adalah jiwanya. Ia kemudian mengaitkan dengan beberapa hujatan al-Quran terhadap mereka yang memuja peradaban fisik dan kemudian mereka dimusnahkan oleh Allah, seperti kaum Aad, Luth, dan lainnya.

Oleh karena itu, untuk membangkitkan semula peradaban Islam adalah dengan membangun manusianya, bukan sekedar fisiknya. Jika manusianya kokoh, maka peradabannya pun akan kokoh, bukan sebaliknya. Untuk membangun manusia yang kokoh, maka bangunlah dari jiwa-jiwanya. Apabila jiwa-jiwanya sudah kokoh, maka fisiknya pun ikut tangguh, dan bukan sebaliknya. Begitulah ajaran Islam bagaimana membangun peradaban.

Dari sudut pandang keilmuan, Dr Syamsuddin Arif, peneliti senior INSISTS mencoba menawarkan konsep learning society untuk membangkitkan kejayaan Islam kembali.

Dengan mengutip statemen Bertrand Russell (b.1872–d.1970), yang pernah menyatakan, "Many people would sonner die thank think.” Pria yang sering dipanggil bang Syam ini menekankan agar jangan menjadi kebanyakan orang yang tak mau mikir.

“Lihat sekarang, para mahasiswa yang hanya bawa kuping aja ke kelas, ke seminar, bawa rekaman, lalu nanti kalau ujian dikeluarkan. Tidak lebih dari pada itu,” ujarnya.

Syamsuddin memperingatkan, dalam konteks sejarah Islam, agar kaum Muslim jangan menjadi atau ikut-ikutan kebanyakan orang. Umat Islam harus beda, harus mengerti masa lalu, dan menguasai masa sekarang serta memprediksi masa depan.

"Those who know the past can predict the future and control the present," ujarnya.

Karena itulah, kata Syamsuddin, dulu Soekarno pernah bilang, "JASMERAH!". Maksudnya, jangan sampai melupakan sejarah.

Syamsuddin menceritakan pengalamannya ketika ia diundang oleh salah satu rekannya jalan-jalan ke Amerika. Di sana mantan santri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo ini diajak jalan-jalan ke Universitas Columbia. Ketika masuk universitas raksasa ini, ia langsung berhadapan dengan perpustakan utama, yang bentuknya seperti altar Yunani kuno. Nama perpustakaannya Butler Library Columbia. Yang mencengangkan baginya, di sana tertulis delapan nama yang sangat populer dalam khazanah Yunani, yaitu; Homer, Herodotus, Sophocles, Plato, Aristotles, Demosthenes, Cicero dan Vergil. Nama itu dipampang begitu sombongnya di bangunan perpustakaan itu. Padahal, menurutnya, nama-nama itu bukanlah orang Amerika, bukan juga Prancis, ataupun Inggris. Mereka itu nama-nama Yunani kuno. Pertanyaannya mengapa bukan George Washington, Michael Jackson, atau yang lain? Jawabannya adalah mereka ingin menghubungkan tradisi kesarjanaan mereka kepada tradisi Yunani, walaupun tidak ada hubungannya sama sekali dengan mereka.

Menurutnya, yang bisa diambil pelajaran dari hal ini adalah umat Islam tidak boleh terputus dari sejarahnya. Ada banyak pelajaran yang umat Islam sendiri saat ini tidak mempedulikannya. Lebih bangga dengan sejarah orang lain dan melupakan sejarah atau identitas dirinya sebagai orang Islam.




Kejayaan Islam di masa lalu bukanlah ilusi, sebab ia termaktub dalam turath dan khazanah-khazanahnya. Walaupun tidak semua umat Islam boleh menikmati khazanah itu ke hadapan mereka karena sebagian besar khazanah itu dahulu pernah diborong oleh penjajah dan sekarang memenuhi perpustakaan-perpustakaan raksasa di Barat yang sifatnya tidak semua orang boleh menyentuhnya.

Umat Islam sejak dua abad terakhir sudah mulai merangkak melihat kembali sejarahnya itu, memperhatikan keunikan-keunikannya, berupaya menyambungkan kembali identitas dirinya dengan sejarah panjangnya melalui kajian-kajian apa adanya. Penelitian-penelitian, seminar-seminar, workshop-workshop secara intensif tentang keislaman tidak bisa dibendung lagi untuk dilakukan, sebab ini adalah hasrat yang kuat dari hati mereka yang mendambakan kejayaan itu wujud lagi di masa depannya. Bagaimana membangkitkan kembali kejayaan Islam?

Pertanyaan ini telah dijawab pada Colloquium Keemasan Islam pada tgl 3 April lalu di Universitas Malaya, Malaysia. Seminar yang bertajuk "Menatap Keemasan Islam dalam Lintasan Sejarah dan Keilmuan dan Relevansinya di Masa Kini" ini adalah hasil kerja sama FUSI PPI UM dengan Institute for the study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) dan Forum Lingkar Pena (FLP) Malaysia.

Acara ini menghadirkan dua panelis sekaligus dari sudut pandang yang berbeda. Dari sudut pandang sejarah hadir seorang pakar sejarah Islam, Alwi Alatas. Sementara dari sudut pandang keilmuan adalah Dr Syamsuddin Arif, peneliti senior INSISTS, yang kerap dijuluki Ibn Sina muda.

Alwi, Ketua FLP Malaysia, menyatakan, bahwa di masa kegemilangan Islam, peradaban-peradaban lain tengah berada dalam kemundurannya. Ia menceritakan betapa jomplang-nya kemajuan di dunia Islam bila dibandingkan dengan kondisi di Barat saat itu.

Sebagai contoh, di masa-masa perang Salib, pernah dokter Kristen yang berasal dari Suriah dikirim ke Eropa untuk membantu mengobati penyakit yang kerap menimpa masyarakatnya. Namun, sang dokter ini hanya bertahan 10 hari di sana, sebab ia telah puas dengan segepok fakta bahwa memang di Barat pengobatan betul-betul terbelakang.

Alwi, yang juga penulis masalah sejarah ini juga menjabarkan bahwa dalam peradaban dunia, manusia cenderung tertipu dengan fisik. Fakta bahwa ketika peradaban sudah besar banyak yang memuja fisik. Mereka bangun patung-patung besar, menara-menara tinggi, patung-patung telanjang, altar-altar tinggi. Tidak hanya itu, mereka terpana dengan kenikmatan dan kelezatan yang dihidangkan peradaban fisik itu. Jangan heran apabila kehancuran peradaban sepanjang sejarah manusia selalu diakibatkan oleh keterlenaan mereka kepada kenikmatan dunia yang menipu mata itu.

"Mereka sering lupa, peradaban hanya perpanjangan tangan manusia dan masyarakat yang dibangunnya, sesuatu yang dibangun untuk memudahkan dan melayani kehidupan manusia," katanya.

Mengutip statemennya Malik Bennabi, Alwi menyatakan bahwa hubungan antara manusia dan peradaban bersifat “resiprokal”. Manusia adalah pembangun peradaban, tapi ia juga merupakan produk peradaban. Namun demikian, manusia tetaplah unsur terpenting dari suatu peradaban, bukan yang lainnya. Dan yang terpenting dari manusia itu adalah jiwanya. Ia kemudian mengaitkan dengan beberapa hujatan al-Quran terhadap mereka yang memuja peradaban fisik dan kemudian mereka dimusnahkan oleh Allah, seperti kaum Aad, Luth, dan lainnya.

Oleh karena itu, untuk membangkitkan semula peradaban Islam adalah dengan membangun manusianya, bukan sekedar fisiknya. Jika manusianya kokoh, maka peradabannya pun akan kokoh, bukan sebaliknya. Untuk membangun manusia yang kokoh, maka bangunlah dari jiwa-jiwanya. Apabila jiwa-jiwanya sudah kokoh, maka fisiknya pun ikut tangguh, dan bukan sebaliknya. Begitulah ajaran Islam bagaimana membangun peradaban.

Dari sudut pandang keilmuan, Dr Syamsuddin Arif, peneliti senior INSISTS mencoba menawarkan konsep learning society untuk membangkitkan kejayaan Islam kembali.

Dengan mengutip statemen Bertrand Russell (b.1872–d.1970), yang pernah menyatakan, "Many people would sonner die thank think.” Pria yang sering dipanggil bang Syam ini menekankan agar jangan menjadi kebanyakan orang yang tak mau mikir.

“Lihat sekarang, para mahasiswa yang hanya bawa kuping aja ke kelas, ke seminar, bawa rekaman, lalu nanti kalau ujian dikeluarkan. Tidak lebih dari pada itu,” ujarnya.

Syamsuddin memperingatkan, dalam konteks sejarah Islam, agar kaum Muslim jangan menjadi atau ikut-ikutan kebanyakan orang. Umat Islam harus beda, harus mengerti masa lalu, dan menguasai masa sekarang serta memprediksi masa depan.

"Those who know the past can predict the future and control the present," ujarnya.

Karena itulah, kata Syamsuddin, dulu Soekarno pernah bilang, "JASMERAH!". Maksudnya, jangan sampai melupakan sejarah.

Syamsuddin menceritakan pengalamannya ketika ia diundang oleh salah satu rekannya jalan-jalan ke Amerika. Di sana mantan santri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo ini diajak jalan-jalan ke Universitas Columbia. Ketika masuk universitas raksasa ini, ia langsung berhadapan dengan perpustakan utama, yang bentuknya seperti altar Yunani kuno. Nama perpustakaannya Butler Library Columbia. Yang mencengangkan baginya, di sana tertulis delapan nama yang sangat populer dalam khazanah Yunani, yaitu; Homer, Herodotus, Sophocles, Plato, Aristotles, Demosthenes, Cicero dan Vergil. Nama itu dipampang begitu sombongnya di bangunan perpustakaan itu. Padahal, menurutnya, nama-nama itu bukanlah orang Amerika, bukan juga Prancis, ataupun Inggris. Mereka itu nama-nama Yunani kuno. Pertanyaannya mengapa bukan George Washington, Michael Jackson, atau yang lain? Jawabannya adalah mereka ingin menghubungkan tradisi kesarjanaan mereka kepada tradisi Yunani, walaupun tidak ada hubungannya sama sekali dengan mereka.

Menurutnya, yang bisa diambil pelajaran dari hal ini adalah umat Islam tidak boleh terputus dari sejarahnya. Ada banyak pelajaran yang umat Islam sendiri saat ini tidak mempedulikannya. Lebih bangga dengan sejarah orang lain dan melupakan sejarah atau identitas dirinya sebagai orang Islam.

Sumber: http://id.shvoong.com/society-and-news/opinion/2025505-artikel-keislaman-sejarah-kejayaan-islam/#ixzz2CZ6eweyE
Kejayaan Islam di masa lalu bukanlah ilusi, sebab ia termaktub dalam turath dan khazanah-khazanahnya. Walaupun tidak semua umat Islam boleh menikmati khazanah itu ke hadapan mereka karena sebagian besar khazanah itu dahulu pernah diborong oleh penjajah dan sekarang memenuhi perpustakaan-perpustakaan raksasa di Barat yang sifatnya tidak semua orang boleh menyentuhnya.

Umat Islam sejak dua abad terakhir sudah mulai merangkak melihat kembali sejarahnya itu, memperhatikan keunikan-keunikannya, berupaya menyambungkan kembali identitas dirinya dengan sejarah panjangnya melalui kajian-kajian apa adanya. Penelitian-penelitian, seminar-seminar, workshop-workshop secara intensif tentang keislaman tidak bisa dibendung lagi untuk dilakukan, sebab ini adalah hasrat yang kuat dari hati mereka yang mendambakan kejayaan itu wujud lagi di masa depannya. Bagaimana membangkitkan kembali kejayaan Islam?

Pertanyaan ini telah dijawab pada Colloquium Keemasan Islam pada tgl 3 April lalu di Universitas Malaya, Malaysia. Seminar yang bertajuk "Menatap Keemasan Islam dalam Lintasan Sejarah dan Keilmuan dan Relevansinya di Masa Kini" ini adalah hasil kerja sama FUSI PPI UM dengan Institute for the study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) dan Forum Lingkar Pena (FLP) Malaysia.

Acara ini menghadirkan dua panelis sekaligus dari sudut pandang yang berbeda. Dari sudut pandang sejarah hadir seorang pakar sejarah Islam, Alwi Alatas. Sementara dari sudut pandang keilmuan adalah Dr Syamsuddin Arif, peneliti senior INSISTS, yang kerap dijuluki Ibn Sina muda.

Alwi, Ketua FLP Malaysia, menyatakan, bahwa di masa kegemilangan Islam, peradaban-peradaban lain tengah berada dalam kemundurannya. Ia menceritakan betapa jomplang-nya kemajuan di dunia Islam bila dibandingkan dengan kondisi di Barat saat itu.

Sebagai contoh, di masa-masa perang Salib, pernah dokter Kristen yang berasal dari Suriah dikirim ke Eropa untuk membantu mengobati penyakit yang kerap menimpa masyarakatnya. Namun, sang dokter ini hanya bertahan 10 hari di sana, sebab ia telah puas dengan segepok fakta bahwa memang di Barat pengobatan betul-betul terbelakang.

Alwi, yang juga penulis masalah sejarah ini juga menjabarkan bahwa dalam peradaban dunia, manusia cenderung tertipu dengan fisik. Fakta bahwa ketika peradaban sudah besar banyak yang memuja fisik. Mereka bangun patung-patung besar, menara-menara tinggi, patung-patung telanjang, altar-altar tinggi. Tidak hanya itu, mereka terpana dengan kenikmatan dan kelezatan yang dihidangkan peradaban fisik itu. Jangan heran apabila kehancuran peradaban sepanjang sejarah manusia selalu diakibatkan oleh keterlenaan mereka kepada kenikmatan dunia yang menipu mata itu.

"Mereka sering lupa, peradaban hanya perpanjangan tangan manusia dan masyarakat yang dibangunnya, sesuatu yang dibangun untuk memudahkan dan melayani kehidupan manusia," katanya.

Mengutip statemennya Malik Bennabi, Alwi menyatakan bahwa hubungan antara manusia dan peradaban bersifat “resiprokal”. Manusia adalah pembangun peradaban, tapi ia juga merupakan produk peradaban. Namun demikian, manusia tetaplah unsur terpenting dari suatu peradaban, bukan yang lainnya. Dan yang terpenting dari manusia itu adalah jiwanya. Ia kemudian mengaitkan dengan beberapa hujatan al-Quran terhadap mereka yang memuja peradaban fisik dan kemudian mereka dimusnahkan oleh Allah, seperti kaum Aad, Luth, dan lainnya.

Oleh karena itu, untuk membangkitkan semula peradaban Islam adalah dengan membangun manusianya, bukan sekedar fisiknya. Jika manusianya kokoh, maka peradabannya pun akan kokoh, bukan sebaliknya. Untuk membangun manusia yang kokoh, maka bangunlah dari jiwa-jiwanya. Apabila jiwa-jiwanya sudah kokoh, maka fisiknya pun ikut tangguh, dan bukan sebaliknya. Begitulah ajaran Islam bagaimana membangun peradaban.

Dari sudut pandang keilmuan, Dr Syamsuddin Arif, peneliti senior INSISTS mencoba menawarkan konsep learning society untuk membangkitkan kejayaan Islam kembali.

Dengan mengutip statemen Bertrand Russell (b.1872–d.1970), yang pernah menyatakan, "Many people would sonner die thank think.” Pria yang sering dipanggil bang Syam ini menekankan agar jangan menjadi kebanyakan orang yang tak mau mikir.

“Lihat sekarang, para mahasiswa yang hanya bawa kuping aja ke kelas, ke seminar, bawa rekaman, lalu nanti kalau ujian dikeluarkan. Tidak lebih dari pada itu,” ujarnya.

Syamsuddin memperingatkan, dalam konteks sejarah Islam, agar kaum Muslim jangan menjadi atau ikut-ikutan kebanyakan orang. Umat Islam harus beda, harus mengerti masa lalu, dan menguasai masa sekarang serta memprediksi masa depan.

"Those who know the past can predict the future and control the present," ujarnya.

Karena itulah, kata Syamsuddin, dulu Soekarno pernah bilang, "JASMERAH!". Maksudnya, jangan sampai melupakan sejarah.

Syamsuddin menceritakan pengalamannya ketika ia diundang oleh salah satu rekannya jalan-jalan ke Amerika. Di sana mantan santri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo ini diajak jalan-jalan ke Universitas Columbia. Ketika masuk universitas raksasa ini, ia langsung berhadapan dengan perpustakan utama, yang bentuknya seperti altar Yunani kuno. Nama perpustakaannya Butler Library Columbia. Yang mencengangkan baginya, di sana tertulis delapan nama yang sangat populer dalam khazanah Yunani, yaitu; Homer, Herodotus, Sophocles, Plato, Aristotles, Demosthenes, Cicero dan Vergil. Nama itu dipampang begitu sombongnya di bangunan perpustakaan itu. Padahal, menurutnya, nama-nama itu bukanlah orang Amerika, bukan juga Prancis, ataupun Inggris. Mereka itu nama-nama Yunani kuno. Pertanyaannya mengapa bukan George Washington, Michael Jackson, atau yang lain? Jawabannya adalah mereka ingin menghubungkan tradisi kesarjanaan mereka kepada tradisi Yunani, walaupun tidak ada hubungannya sama sekali dengan mereka.

Menurutnya, yang bisa diambil pelajaran dari hal ini adalah umat Islam tidak boleh terputus dari sejarahnya. Ada banyak pelajaran yang umat Islam sendiri saat ini tidak mempedulikannya. Lebih bangga dengan sejarah orang lain dan melupakan sejarah atau identitas dirinya sebagai orang Islam.

Sumber: http://id.shvoong.com/society-and-news/opinion/2025505-artikel-keislaman-sejarah-kejayaan-islam/#ixzz2CZ6eweyE

2 komentar:

  1. MGM Resorts World Casino opens - MJH Hub
    MGM Resorts World 여수 출장안마 Casino opens 경기도 출장샵 on May 20 at the Mohegan Sun 목포 출장마사지 casino in Uncasville, Connecticut, 양산 출장안마 marking the first 전라남도 출장샵 U.S. casino to open since 1996.

    BalasHapus