Kejayaan Islam di masa lalu bukanlah ilusi, sebab ia termaktub dalam turath
dan khazanah-khazanahnya. Walaupun tidak semua umat Islam boleh menikmati
khazanah itu ke hadapan mereka karena sebagian besar khazanah itu dahulu pernah
diborong oleh penjajah dan sekarang memenuhi perpustakaan-perpustakaan raksasa
di Barat yang sifatnya tidak semua orang boleh menyentuhnya.
Umat Islam sejak dua abad terakhir sudah mulai merangkak melihat kembali
sejarahnya itu, memperhatikan keunikan-keunikannya, berupaya menyambungkan
kembali identitas dirinya dengan sejarah panjangnya melalui kajian-kajian apa
adanya. Penelitian-penelitian, seminar-seminar, workshop-workshop secara
intensif tentang keislaman tidak bisa dibendung lagi untuk dilakukan, sebab ini
adalah hasrat yang kuat dari hati mereka yang mendambakan kejayaan itu wujud
lagi di masa depannya. Bagaimana membangkitkan kembali kejayaan Islam?
Pertanyaan ini telah dijawab pada Colloquium Keemasan Islam pada tgl 3 April
lalu di Universitas Malaya, Malaysia. Seminar yang bertajuk "Menatap
Keemasan Islam dalam Lintasan Sejarah dan Keilmuan dan Relevansinya di Masa
Kini" ini adalah hasil kerja sama FUSI PPI UM dengan Institute for the
study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) dan Forum Lingkar Pena (FLP)
Malaysia.
Acara ini menghadirkan dua panelis sekaligus dari sudut pandang yang berbeda.
Dari sudut pandang sejarah hadir seorang pakar sejarah Islam, Alwi Alatas.
Sementara dari sudut pandang keilmuan adalah Dr Syamsuddin Arif, peneliti
senior INSISTS, yang kerap dijuluki Ibn Sina muda.
Alwi, Ketua FLP Malaysia, menyatakan, bahwa di masa kegemilangan Islam,
peradaban-peradaban lain tengah berada dalam kemundurannya. Ia menceritakan
betapa jomplang-nya kemajuan di dunia Islam bila dibandingkan dengan kondisi di
Barat saat itu.
Sebagai contoh, di masa-masa perang Salib, pernah dokter Kristen yang berasal
dari Suriah dikirim ke Eropa untuk membantu mengobati penyakit yang kerap
menimpa masyarakatnya. Namun, sang dokter ini hanya bertahan 10 hari di sana,
sebab ia telah puas dengan segepok fakta bahwa memang di Barat pengobatan
betul-betul terbelakang.
Alwi, yang juga penulis masalah sejarah ini juga menjabarkan bahwa dalam
peradaban dunia, manusia cenderung tertipu dengan fisik. Fakta bahwa ketika
peradaban sudah besar banyak yang memuja fisik. Mereka bangun patung-patung
besar, menara-menara tinggi, patung-patung telanjang, altar-altar tinggi. Tidak
hanya itu, mereka terpana dengan kenikmatan dan kelezatan yang dihidangkan
peradaban fisik itu. Jangan heran apabila kehancuran peradaban sepanjang
sejarah manusia selalu diakibatkan oleh keterlenaan mereka kepada kenikmatan
dunia yang menipu mata itu.
"Mereka sering lupa, peradaban hanya perpanjangan tangan manusia dan
masyarakat yang dibangunnya, sesuatu yang dibangun untuk memudahkan dan
melayani kehidupan manusia," katanya.
Mengutip statemennya Malik Bennabi, Alwi menyatakan bahwa hubungan antara
manusia dan peradaban bersifat “resiprokal”. Manusia adalah pembangun
peradaban, tapi ia juga merupakan produk peradaban. Namun demikian, manusia
tetaplah unsur terpenting dari suatu peradaban, bukan yang lainnya. Dan yang
terpenting dari manusia itu adalah jiwanya. Ia kemudian mengaitkan dengan
beberapa hujatan al-Quran terhadap mereka yang memuja peradaban fisik dan kemudian
mereka dimusnahkan oleh Allah, seperti kaum Aad, Luth, dan lainnya.
Oleh karena itu, untuk membangkitkan semula peradaban Islam adalah dengan
membangun manusianya, bukan sekedar fisiknya. Jika manusianya kokoh, maka
peradabannya pun akan kokoh, bukan sebaliknya. Untuk membangun manusia yang
kokoh, maka bangunlah dari jiwa-jiwanya. Apabila jiwa-jiwanya sudah kokoh, maka
fisiknya pun ikut tangguh, dan bukan sebaliknya. Begitulah ajaran Islam
bagaimana membangun peradaban.
Dari sudut pandang keilmuan, Dr Syamsuddin Arif, peneliti senior INSISTS
mencoba menawarkan konsep learning society untuk membangkitkan kejayaan Islam
kembali.
Dengan mengutip statemen Bertrand Russell (b.1872–d.1970), yang pernah menyatakan,
"Many people would sonner die thank think.” Pria yang sering dipanggil
bang Syam ini menekankan agar jangan menjadi kebanyakan orang yang tak mau
mikir.
“Lihat sekarang, para mahasiswa yang hanya bawa kuping aja ke kelas, ke
seminar, bawa rekaman, lalu nanti kalau ujian dikeluarkan. Tidak lebih dari
pada itu,” ujarnya.
Syamsuddin memperingatkan, dalam konteks sejarah Islam, agar kaum Muslim jangan
menjadi atau ikut-ikutan kebanyakan orang. Umat Islam harus beda, harus
mengerti masa lalu, dan menguasai masa sekarang serta memprediksi masa depan.
"Those who know the past can predict the future and control the
present," ujarnya.
Karena itulah, kata Syamsuddin, dulu Soekarno pernah bilang,
"JASMERAH!". Maksudnya, jangan sampai melupakan sejarah.
Syamsuddin menceritakan pengalamannya ketika ia diundang oleh salah satu
rekannya jalan-jalan ke Amerika. Di sana mantan santri Pondok Modern Darussalam
Gontor Ponorogo ini diajak jalan-jalan ke Universitas Columbia. Ketika masuk
universitas raksasa ini, ia langsung berhadapan dengan perpustakan utama, yang
bentuknya seperti altar Yunani kuno. Nama perpustakaannya Butler Library
Columbia. Yang mencengangkan baginya, di sana tertulis delapan nama yang sangat
populer dalam khazanah Yunani, yaitu; Homer, Herodotus, Sophocles, Plato,
Aristotles, Demosthenes, Cicero dan Vergil. Nama itu dipampang begitu
sombongnya di bangunan perpustakaan itu. Padahal, menurutnya, nama-nama itu
bukanlah orang Amerika, bukan juga Prancis, ataupun Inggris. Mereka itu
nama-nama Yunani kuno. Pertanyaannya mengapa bukan George Washington, Michael
Jackson, atau yang lain? Jawabannya adalah mereka ingin menghubungkan tradisi
kesarjanaan mereka kepada tradisi Yunani, walaupun tidak ada hubungannya sama
sekali dengan mereka.
Menurutnya, yang bisa diambil pelajaran dari hal ini adalah umat Islam tidak
boleh terputus dari sejarahnya. Ada banyak pelajaran yang umat Islam sendiri
saat ini tidak mempedulikannya. Lebih bangga dengan sejarah orang lain dan
melupakan sejarah atau identitas dirinya sebagai orang Islam.
Kejayaan
Islam di masa lalu bukanlah ilusi, sebab ia termaktub dalam turath dan
khazanah-khazanahnya. Walaupun tidak semua umat Islam boleh menikmati
khazanah itu ke hadapan mereka karena sebagian besar khazanah itu dahulu
pernah diborong oleh penjajah dan sekarang memenuhi
perpustakaan-perpustakaan raksasa di Barat yang sifatnya tidak semua
orang boleh menyentuhnya.
Umat Islam sejak dua abad terakhir sudah mulai merangkak melihat kembali
sejarahnya itu, memperhatikan keunikan-keunikannya, berupaya
menyambungkan kembali identitas dirinya dengan sejarah panjangnya
melalui kajian-kajian apa adanya. Penelitian-penelitian,
seminar-seminar, workshop-workshop secara intensif tentang keislaman
tidak bisa dibendung lagi untuk dilakukan, sebab ini adalah hasrat yang
kuat dari hati mereka yang mendambakan kejayaan itu wujud lagi di masa
depannya. Bagaimana membangkitkan kembali kejayaan Islam?
Pertanyaan ini telah dijawab pada Colloquium Keemasan Islam pada tgl 3
April lalu di Universitas Malaya, Malaysia. Seminar yang bertajuk
"Menatap Keemasan Islam dalam Lintasan Sejarah dan Keilmuan dan
Relevansinya di Masa Kini" ini adalah hasil kerja sama FUSI PPI UM
dengan Institute for the study of Islamic Thought and Civilizations
(INSISTS) dan Forum Lingkar Pena (FLP) Malaysia.
Acara ini menghadirkan dua panelis sekaligus dari sudut pandang yang
berbeda. Dari sudut pandang sejarah hadir seorang pakar sejarah Islam,
Alwi Alatas. Sementara dari sudut pandang keilmuan adalah Dr Syamsuddin
Arif, peneliti senior INSISTS, yang kerap dijuluki Ibn Sina muda.
Alwi, Ketua FLP Malaysia, menyatakan, bahwa di masa kegemilangan Islam,
peradaban-peradaban lain tengah berada dalam kemundurannya. Ia
menceritakan betapa jomplang-nya kemajuan di dunia Islam bila
dibandingkan dengan kondisi di Barat saat itu.
Sebagai contoh, di masa-masa perang Salib, pernah dokter Kristen yang
berasal dari Suriah dikirim ke Eropa untuk membantu mengobati penyakit
yang kerap menimpa masyarakatnya. Namun, sang dokter ini hanya bertahan
10 hari di sana, sebab ia telah puas dengan segepok fakta bahwa memang
di Barat pengobatan betul-betul terbelakang.
Alwi, yang juga penulis masalah sejarah ini juga menjabarkan bahwa dalam
peradaban dunia, manusia cenderung tertipu dengan fisik. Fakta bahwa
ketika peradaban sudah besar banyak yang memuja fisik. Mereka bangun
patung-patung besar, menara-menara tinggi, patung-patung telanjang,
altar-altar tinggi. Tidak hanya itu, mereka terpana dengan kenikmatan
dan kelezatan yang dihidangkan peradaban fisik itu. Jangan heran apabila
kehancuran peradaban sepanjang sejarah manusia selalu diakibatkan oleh
keterlenaan mereka kepada kenikmatan dunia yang menipu mata itu.
"Mereka sering lupa, peradaban hanya perpanjangan tangan manusia dan
masyarakat yang dibangunnya, sesuatu yang dibangun untuk memudahkan dan
melayani kehidupan manusia," katanya.
Mengutip statemennya Malik Bennabi, Alwi menyatakan bahwa hubungan
antara manusia dan peradaban bersifat “resiprokal”. Manusia adalah
pembangun peradaban, tapi ia juga merupakan produk peradaban. Namun
demikian, manusia tetaplah unsur terpenting dari suatu peradaban, bukan
yang lainnya. Dan yang terpenting dari manusia itu adalah jiwanya. Ia
kemudian mengaitkan dengan beberapa hujatan al-Quran terhadap mereka
yang memuja peradaban fisik dan kemudian mereka dimusnahkan oleh Allah,
seperti kaum Aad, Luth, dan lainnya.
Oleh karena itu, untuk membangkitkan semula peradaban Islam adalah
dengan membangun manusianya, bukan sekedar fisiknya. Jika manusianya
kokoh, maka peradabannya pun akan kokoh, bukan sebaliknya. Untuk
membangun manusia yang kokoh, maka bangunlah dari jiwa-jiwanya. Apabila
jiwa-jiwanya sudah kokoh, maka fisiknya pun ikut tangguh, dan bukan
sebaliknya. Begitulah ajaran Islam bagaimana membangun peradaban.
Dari sudut pandang keilmuan, Dr Syamsuddin Arif, peneliti senior
INSISTS mencoba menawarkan konsep learning society untuk membangkitkan
kejayaan Islam kembali.
Dengan mengutip statemen Bertrand Russell (b.1872–d.1970), yang pernah
menyatakan, "Many people would sonner die thank think.” Pria yang
sering dipanggil bang Syam ini menekankan agar jangan menjadi
kebanyakan orang yang tak mau mikir.
“Lihat sekarang, para mahasiswa yang hanya bawa kuping aja ke kelas, ke
seminar, bawa rekaman, lalu nanti kalau ujian dikeluarkan. Tidak lebih
dari pada itu,” ujarnya.
Syamsuddin memperingatkan, dalam konteks sejarah Islam, agar kaum Muslim
jangan menjadi atau ikut-ikutan kebanyakan orang. Umat Islam harus
beda, harus mengerti masa lalu, dan menguasai masa sekarang serta
memprediksi masa depan.
"Those who know the past can predict the future and control the present," ujarnya.
Karena itulah, kata Syamsuddin, dulu Soekarno pernah bilang, "JASMERAH!". Maksudnya, jangan sampai melupakan sejarah.
Syamsuddin menceritakan pengalamannya ketika ia diundang oleh salah satu
rekannya jalan-jalan ke Amerika. Di sana mantan santri Pondok Modern
Darussalam Gontor Ponorogo ini diajak jalan-jalan ke Universitas
Columbia. Ketika masuk universitas raksasa ini, ia langsung berhadapan
dengan perpustakan utama, yang bentuknya seperti altar Yunani kuno. Nama
perpustakaannya Butler Library Columbia. Yang mencengangkan baginya, di
sana tertulis delapan nama yang sangat populer dalam khazanah Yunani,
yaitu; Homer, Herodotus, Sophocles, Plato, Aristotles, Demosthenes,
Cicero dan Vergil. Nama itu dipampang begitu sombongnya di bangunan
perpustakaan itu. Padahal, menurutnya, nama-nama itu bukanlah orang
Amerika, bukan juga Prancis, ataupun Inggris. Mereka itu nama-nama
Yunani kuno. Pertanyaannya mengapa bukan George Washington, Michael
Jackson, atau yang lain? Jawabannya adalah mereka ingin menghubungkan
tradisi kesarjanaan mereka kepada tradisi Yunani, walaupun tidak ada
hubungannya sama sekali dengan mereka.
Menurutnya, yang bisa diambil pelajaran dari hal ini adalah umat Islam
tidak boleh terputus dari sejarahnya. Ada banyak pelajaran yang umat
Islam sendiri saat ini tidak mempedulikannya. Lebih bangga dengan
sejarah orang lain dan melupakan sejarah atau identitas dirinya sebagai
orang Islam.
Sumber: http://id.shvoong.com/society-and-news/opinion/2025505-artikel-keislaman-sejarah-kejayaan-islam/#ixzz2CZ6eweyE
Kejayaan
Islam di masa lalu bukanlah ilusi, sebab ia termaktub dalam turath dan
khazanah-khazanahnya. Walaupun tidak semua umat Islam boleh menikmati
khazanah itu ke hadapan mereka karena sebagian besar khazanah itu dahulu
pernah diborong oleh penjajah dan sekarang memenuhi
perpustakaan-perpustakaan raksasa di Barat yang sifatnya tidak semua
orang boleh menyentuhnya.
Umat Islam sejak dua abad terakhir sudah mulai merangkak melihat kembali
sejarahnya itu, memperhatikan keunikan-keunikannya, berupaya
menyambungkan kembali identitas dirinya dengan sejarah panjangnya
melalui kajian-kajian apa adanya. Penelitian-penelitian,
seminar-seminar, workshop-workshop secara intensif tentang keislaman
tidak bisa dibendung lagi untuk dilakukan, sebab ini adalah hasrat yang
kuat dari hati mereka yang mendambakan kejayaan itu wujud lagi di masa
depannya. Bagaimana membangkitkan kembali kejayaan Islam?
Pertanyaan ini telah dijawab pada Colloquium Keemasan Islam pada tgl 3
April lalu di Universitas Malaya, Malaysia. Seminar yang bertajuk
"Menatap Keemasan Islam dalam Lintasan Sejarah dan Keilmuan dan
Relevansinya di Masa Kini" ini adalah hasil kerja sama FUSI PPI UM
dengan Institute for the study of Islamic Thought and Civilizations
(INSISTS) dan Forum Lingkar Pena (FLP) Malaysia.
Acara ini menghadirkan dua panelis sekaligus dari sudut pandang yang
berbeda. Dari sudut pandang sejarah hadir seorang pakar sejarah Islam,
Alwi Alatas. Sementara dari sudut pandang keilmuan adalah Dr Syamsuddin
Arif, peneliti senior INSISTS, yang kerap dijuluki Ibn Sina muda.
Alwi, Ketua FLP Malaysia, menyatakan, bahwa di masa kegemilangan Islam,
peradaban-peradaban lain tengah berada dalam kemundurannya. Ia
menceritakan betapa jomplang-nya kemajuan di dunia Islam bila
dibandingkan dengan kondisi di Barat saat itu.
Sebagai contoh, di masa-masa perang Salib, pernah dokter Kristen yang
berasal dari Suriah dikirim ke Eropa untuk membantu mengobati penyakit
yang kerap menimpa masyarakatnya. Namun, sang dokter ini hanya bertahan
10 hari di sana, sebab ia telah puas dengan segepok fakta bahwa memang
di Barat pengobatan betul-betul terbelakang.
Alwi, yang juga penulis masalah sejarah ini juga menjabarkan bahwa dalam
peradaban dunia, manusia cenderung tertipu dengan fisik. Fakta bahwa
ketika peradaban sudah besar banyak yang memuja fisik. Mereka bangun
patung-patung besar, menara-menara tinggi, patung-patung telanjang,
altar-altar tinggi. Tidak hanya itu, mereka terpana dengan kenikmatan
dan kelezatan yang dihidangkan peradaban fisik itu. Jangan heran apabila
kehancuran peradaban sepanjang sejarah manusia selalu diakibatkan oleh
keterlenaan mereka kepada kenikmatan dunia yang menipu mata itu.
"Mereka sering lupa, peradaban hanya perpanjangan tangan manusia dan
masyarakat yang dibangunnya, sesuatu yang dibangun untuk memudahkan dan
melayani kehidupan manusia," katanya.
Mengutip statemennya Malik Bennabi, Alwi menyatakan bahwa hubungan
antara manusia dan peradaban bersifat “resiprokal”. Manusia adalah
pembangun peradaban, tapi ia juga merupakan produk peradaban. Namun
demikian, manusia tetaplah unsur terpenting dari suatu peradaban, bukan
yang lainnya. Dan yang terpenting dari manusia itu adalah jiwanya. Ia
kemudian mengaitkan dengan beberapa hujatan al-Quran terhadap mereka
yang memuja peradaban fisik dan kemudian mereka dimusnahkan oleh Allah,
seperti kaum Aad, Luth, dan lainnya.
Oleh karena itu, untuk membangkitkan semula peradaban Islam adalah
dengan membangun manusianya, bukan sekedar fisiknya. Jika manusianya
kokoh, maka peradabannya pun akan kokoh, bukan sebaliknya. Untuk
membangun manusia yang kokoh, maka bangunlah dari jiwa-jiwanya. Apabila
jiwa-jiwanya sudah kokoh, maka fisiknya pun ikut tangguh, dan bukan
sebaliknya. Begitulah ajaran Islam bagaimana membangun peradaban.
Dari sudut pandang keilmuan, Dr Syamsuddin Arif, peneliti senior
INSISTS mencoba menawarkan konsep learning society untuk membangkitkan
kejayaan Islam kembali.
Dengan mengutip statemen Bertrand Russell (b.1872–d.1970), yang pernah
menyatakan, "Many people would sonner die thank think.” Pria yang
sering dipanggil bang Syam ini menekankan agar jangan menjadi
kebanyakan orang yang tak mau mikir.
“Lihat sekarang, para mahasiswa yang hanya bawa kuping aja ke kelas, ke
seminar, bawa rekaman, lalu nanti kalau ujian dikeluarkan. Tidak lebih
dari pada itu,” ujarnya.
Syamsuddin memperingatkan, dalam konteks sejarah Islam, agar kaum Muslim
jangan menjadi atau ikut-ikutan kebanyakan orang. Umat Islam harus
beda, harus mengerti masa lalu, dan menguasai masa sekarang serta
memprediksi masa depan.
"Those who know the past can predict the future and control the present," ujarnya.
Karena itulah, kata Syamsuddin, dulu Soekarno pernah bilang, "JASMERAH!". Maksudnya, jangan sampai melupakan sejarah.
Syamsuddin menceritakan pengalamannya ketika ia diundang oleh salah satu
rekannya jalan-jalan ke Amerika. Di sana mantan santri Pondok Modern
Darussalam Gontor Ponorogo ini diajak jalan-jalan ke Universitas
Columbia. Ketika masuk universitas raksasa ini, ia langsung berhadapan
dengan perpustakan utama, yang bentuknya seperti altar Yunani kuno. Nama
perpustakaannya Butler Library Columbia. Yang mencengangkan baginya, di
sana tertulis delapan nama yang sangat populer dalam khazanah Yunani,
yaitu; Homer, Herodotus, Sophocles, Plato, Aristotles, Demosthenes,
Cicero dan Vergil. Nama itu dipampang begitu sombongnya di bangunan
perpustakaan itu. Padahal, menurutnya, nama-nama itu bukanlah orang
Amerika, bukan juga Prancis, ataupun Inggris. Mereka itu nama-nama
Yunani kuno. Pertanyaannya mengapa bukan George Washington, Michael
Jackson, atau yang lain? Jawabannya adalah mereka ingin menghubungkan
tradisi kesarjanaan mereka kepada tradisi Yunani, walaupun tidak ada
hubungannya sama sekali dengan mereka.
Menurutnya, yang bisa diambil pelajaran dari hal ini adalah umat Islam
tidak boleh terputus dari sejarahnya. Ada banyak pelajaran yang umat
Islam sendiri saat ini tidak mempedulikannya. Lebih bangga dengan
sejarah orang lain dan melupakan sejarah atau identitas dirinya sebagai
orang Islam.
Sumber: http://id.shvoong.com/society-and-news/opinion/2025505-artikel-keislaman-sejarah-kejayaan-islam/#ixzz2CZ6eweyE
Mantaaap...!!!
BalasHapusMGM Resorts World Casino opens - MJH Hub
BalasHapusMGM Resorts World 여수 출장안마 Casino opens 경기도 출장샵 on May 20 at the Mohegan Sun 목포 출장마사지 casino in Uncasville, Connecticut, 양산 출장안마 marking the first 전라남도 출장샵 U.S. casino to open since 1996.